Kita kenal lima tokoh dalam pewayangan jawa yaitu Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa. Kelima tokoh tersebut memiliki seorang guru, dalam sebuah kesempatan belajar, sang guru hendak memberikan pelajaran berharga tentang memanah kepada semua muridnya. Masing-masing dipanggil satu persatu secara acak. Sang guru telah menyiapkan panah beserta busurnya dan sasaran yang hendak dituju adalah seekor burung yang sedang hinggap di dahan sebuah pohon.
Pada kesempatan pertama, sang guru
memanggil Bima. Instruksi yang diberikan sang guru kepada Bima adalah tolong
panah burung yang ada di atas tersebut. Bima pun bergegas mengambil panah dan
anak panah ditarik 20 cm kebelakang sembari memejamkan mata kirinya. Sebelum
melepaskan anak panah, sang guru bertanya kepada Bima apa yang kamu lihat?.
Bima menjawab dahan, daun, burung, dan buah. Mendengar jawaban tersebut, sang
guru segera memerintahkan BIma untuk meletakkan busur panah tersebut. kemudian
sang guru memerintahkan kembali Bima untuk mengambil panah dan memanah burung
yang berada di atas pohon. Seperti halnya yang pertama dilakukan sang guru,
beliau bertanya kepada Bima ketika hendak melepaskan anak panah. Apa yang kamu
lihat?. Jawaban Bima tetap sama, hingga kesempatan ketiga jawaban Bima tetap
sama. Maka sang guru memerintahkan Bima melatakkan panah dan meninggalkan
tempat latihan.
Pada kesempatan kedua, sang guru
memanggil Nakula. Kejadian yang sama dialami oleh Nakula. Nakula juga menjawab
pertanyaan sang guru ketika hendak melepaskan anak panah, dan jawaban Nakula
lebih banyak lagi yakni dahan, pohon, daun, burung, buah, dan benalu. Tiga kali
juga Nakula menjawab pertanyaan sang guru dan Nakula meninggalkan tempat
latihan memanah sebelum melepaskan anak panah atas permintaan sang guru.
Kesempatan ketiga dan keempat yakni
Yudhistira dan Sadewa mengalami peristiwa yang tidak jauh berbeda. Sehingga
pada kesempatan kelima atau terakhir yakni Arjuna. Ketika hendak melepaskan
anak panah, Arjuna juga ditanya oleh sang guru tentang apa yang dilihat di atas
sana. Dengan mantap Arjuna menjawab ‘Burung’, mendengar jawaban mantap dari
Arjuna tersebut maka sang guru membiarkan Arjuna untuk melepaskan anak panah.
Dan ‘cless’ burung yang dibidik dalam pelajaran memanah tersebut terkena tepat
pada perutnya hingga terjatuh dari atas pohon.
Setelah kejadian itu, sang guru
memanggil kembali seluruh muridnya untuk berkumpul. Guru memberikan arahan
serta pelajaran penting apa yang bisa dipetik dari pelajaran memanah hari itu.
Yudhistira, Bima, Nakula, Sadewa tidak menyangka bahwa jawaban mereka sebelum
memanah sama semua. Dan Arjuna yang telah lama terkenal sebagai jago memanah
diminta memberikan mengatakan jawaban apa yang dikatakan kepada sang guru,
sehingga guru membiarkan Arjuna melepaskan anak panah, dan tepat mengenai
sasaran hanya sekali panah.
Arjuna mengatakan bahwa yang ia
lihat ketika diminta memanah seekor burung adalah hanya burung itu saja. Para
saudara Arjuna tersebut terheran heran, kenapa yang dilihat Arjuna hanya burung
saja, sedangkan diatas pohon sana ada banyak hal yang bisa dilihat. Sang Guru
kemudian menjelaskan bahwa dalam pelajaran memanah maupun dalam kehidupan kita,
hendaknya selalu focus. Ketika diminta memanah burung, maka berfokuslah pada
burung tersebut, jangan melihat yang lain selain focus pada gerak gerik burung
tersebut. ketika kita berfokus pada apa yang hendak kita ingini maka tidak
mustahil hal tersebut akan tercapai seperti halnya burung tersebut.
Dewasa ini, dalam dunia pendidikan
khususnya di Indonesia, telah terjadi tren yang baik yaitu meningkatnya jumlah
peminat yang ingin menjadi calon guru. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya
para mahasiswa yang menempuh jenjang kuliah di fakultas keguruan. Dahulu
fakultas ini hanya dijadikan pelarian ketika tidak diterima di jurusan lain,
atau juga bisa dikatakan sebagai fakultas nomor dua. Akan tetapi saat ini
menjadi kabar gembira bagi bangsa ini khususnya, karena sosok guru mulai
menjadi primadona untuk ukuran anak muda di era modern saat ini. meskipun tidak
dapat menutup mata bahwa fenomena tersebut juga terjadi karena peran pemerintah
yang mulai serius memperhatikan gaji maupun tunjangan bagi para guru saat ini
melalui kebijakan-kebijakan yang dibuat.
Melalui cerita pewayangan di atas
mungkin kita bisa mengambil pelajaran bahwa, fenomena meningkatnya peminat
menjadi calon guru yang mulai naik saat ini, bisa kita ambil pelajaran dari
sang guru bahwa ketika dimulai dari awal yakni memilih jurusan pendidikan, maka
berfokus yang dilihat hanyalah jurusan tersebut. ketika dalam proses memilih
dan yang dilihat masih jurusan-jurusan yang lain maka sang guru akan meminta
kita untuk meletakkan pena kita dan jangan di ‘klik’ atau di ‘centang’ pilihan
jurusan yang hendak kita pilih. Ketika yang dilihat hanya jurusan pendidikan
maka dengan membaca bismillah serta kemantapan hati maka pilihlah jurusan
pendidikan tersebut maka niscaya akan menjadi guru yang sebenar-benarnya guru.
Bukan guru pelarian yang berfokus pada gaji, tunjangan, status sosial, dll.
Banyak kita ketahui bersama bahwa,
para mahasiswa saat ini ketika hendak memilih jurusan mereka tidak berfokus
pada satu jurusan yang ia bidik. Terkadang melihat jurusan-jurusan lain yang
hanya bergengsi di masa itu. Sehingga apa yang ia pilih dan jalani kedepan
bukanlah pilihan yang tepat dan melahirkan pengangguran-pengganguran
intelektual di Indonesia.
Bila suara hati anda mengatakan
untuk membidik fakultas pendidikan untuk menjadi guru. Maka katakan fakultas
pendidikan saja yang anda lihat dan berfokuslah pada pilihan anda kemudian
berjuanglah dalam perjalanan melepas anaka panah hingga anak panah tersebut
sampai dan tepat sasaran menjadi guru professional yang mampu mengangkat Negara
ini dari ketertinggalan dari Negara lain.
untuk para pemuda yang ingin bersama membangun bangsa ini, fokuskan satu tujuan untuk menjadi guru dan 'lepaskan' panah tujuanmu tersebut sehingga jadilah guru yang expert di bidangmu. JIa.. You...
Malang, 24 Juli 2015
be great teacher...!
BalasHapus