Rabu, 22 Juli 2015

FOKUS GURU


     Kita kenal lima tokoh dalam pewayangan jawa yaitu Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa. Kelima tokoh tersebut memiliki seorang guru, dalam sebuah kesempatan belajar, sang guru hendak memberikan pelajaran berharga tentang memanah kepada semua muridnya. Masing-masing dipanggil satu persatu secara acak. Sang guru telah menyiapkan panah beserta busurnya dan sasaran yang hendak dituju adalah seekor burung yang sedang hinggap di dahan sebuah pohon.
            Pada kesempatan pertama, sang guru memanggil Bima. Instruksi yang diberikan sang guru kepada Bima adalah tolong panah burung yang ada di atas tersebut. Bima pun bergegas mengambil panah dan anak panah ditarik 20 cm kebelakang sembari memejamkan mata kirinya. Sebelum melepaskan anak panah, sang guru bertanya kepada Bima apa yang kamu lihat?. Bima menjawab dahan, daun, burung, dan buah. Mendengar jawaban tersebut, sang guru segera memerintahkan BIma untuk meletakkan busur panah tersebut. kemudian sang guru memerintahkan kembali Bima untuk mengambil panah dan memanah burung yang berada di atas pohon. Seperti halnya yang pertama dilakukan sang guru, beliau bertanya kepada Bima ketika hendak melepaskan anak panah. Apa yang kamu lihat?. Jawaban Bima tetap sama, hingga kesempatan ketiga jawaban Bima tetap sama. Maka sang guru memerintahkan Bima melatakkan panah dan meninggalkan tempat latihan.
            Pada kesempatan kedua, sang guru memanggil Nakula. Kejadian yang sama dialami oleh Nakula. Nakula juga menjawab pertanyaan sang guru ketika hendak melepaskan anak panah, dan jawaban Nakula lebih banyak lagi yakni dahan, pohon, daun, burung, buah, dan benalu. Tiga kali juga Nakula menjawab pertanyaan sang guru dan Nakula meninggalkan tempat latihan memanah sebelum melepaskan anak panah atas permintaan sang guru.
            Kesempatan ketiga dan keempat yakni Yudhistira dan Sadewa mengalami peristiwa yang tidak jauh berbeda. Sehingga pada kesempatan kelima atau terakhir yakni Arjuna. Ketika hendak melepaskan anak panah, Arjuna juga ditanya oleh sang guru tentang apa yang dilihat di atas sana. Dengan mantap Arjuna menjawab ‘Burung’, mendengar jawaban mantap dari Arjuna tersebut maka sang guru membiarkan Arjuna untuk melepaskan anak panah. Dan ‘cless’ burung yang dibidik dalam pelajaran memanah tersebut terkena tepat pada perutnya hingga terjatuh dari atas pohon.
            Setelah kejadian itu, sang guru memanggil kembali seluruh muridnya untuk berkumpul. Guru memberikan arahan serta pelajaran penting apa yang bisa dipetik dari pelajaran memanah hari itu. Yudhistira, Bima, Nakula, Sadewa tidak menyangka bahwa jawaban mereka sebelum memanah sama semua. Dan Arjuna yang telah lama terkenal sebagai jago memanah diminta memberikan mengatakan jawaban apa yang dikatakan kepada sang guru, sehingga guru membiarkan Arjuna melepaskan anak panah, dan tepat mengenai sasaran hanya sekali panah.
            Arjuna mengatakan bahwa yang ia lihat ketika diminta memanah seekor burung adalah hanya burung itu saja. Para saudara Arjuna tersebut terheran heran, kenapa yang dilihat Arjuna hanya burung saja, sedangkan diatas pohon sana ada banyak hal yang bisa dilihat. Sang Guru kemudian menjelaskan bahwa dalam pelajaran memanah maupun dalam kehidupan kita, hendaknya selalu focus. Ketika diminta memanah burung, maka berfokuslah pada burung tersebut, jangan melihat yang lain selain focus pada gerak gerik burung tersebut. ketika kita berfokus pada apa yang hendak kita ingini maka tidak mustahil hal tersebut akan tercapai seperti halnya burung tersebut.
            Dewasa ini, dalam dunia pendidikan khususnya di Indonesia, telah terjadi tren yang baik yaitu meningkatnya jumlah peminat yang ingin menjadi calon guru. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya para mahasiswa yang menempuh jenjang kuliah di fakultas keguruan. Dahulu fakultas ini hanya dijadikan pelarian ketika tidak diterima di jurusan lain, atau juga bisa dikatakan sebagai fakultas nomor dua. Akan tetapi saat ini menjadi kabar gembira bagi bangsa ini khususnya, karena sosok guru mulai menjadi primadona untuk ukuran anak muda di era modern saat ini. meskipun tidak dapat menutup mata bahwa fenomena tersebut juga terjadi karena peran pemerintah yang mulai serius memperhatikan gaji maupun tunjangan bagi para guru saat ini melalui kebijakan-kebijakan yang dibuat.
            Melalui cerita pewayangan di atas mungkin kita bisa mengambil pelajaran bahwa, fenomena meningkatnya peminat menjadi calon guru yang mulai naik saat ini, bisa kita ambil pelajaran dari sang guru bahwa ketika dimulai dari awal yakni memilih jurusan pendidikan, maka berfokus yang dilihat hanyalah jurusan tersebut. ketika dalam proses memilih dan yang dilihat masih jurusan-jurusan yang lain maka sang guru akan meminta kita untuk meletakkan pena kita dan jangan di ‘klik’ atau di ‘centang’ pilihan jurusan yang hendak kita pilih. Ketika yang dilihat hanya jurusan pendidikan maka dengan membaca bismillah serta kemantapan hati maka pilihlah jurusan pendidikan tersebut maka niscaya akan menjadi guru yang sebenar-benarnya guru. Bukan guru pelarian yang berfokus pada gaji, tunjangan, status sosial, dll.
            Banyak kita ketahui bersama bahwa, para mahasiswa saat ini ketika hendak memilih jurusan mereka tidak berfokus pada satu jurusan yang ia bidik. Terkadang melihat jurusan-jurusan lain yang hanya bergengsi di masa itu. Sehingga apa yang ia pilih dan jalani kedepan bukanlah pilihan yang tepat dan melahirkan pengangguran-pengganguran intelektual di Indonesia.
            Bila suara hati anda mengatakan untuk membidik fakultas pendidikan untuk menjadi guru. Maka katakan fakultas pendidikan saja yang anda lihat dan berfokuslah pada pilihan anda kemudian berjuanglah dalam perjalanan melepas anaka panah hingga anak panah tersebut sampai dan tepat sasaran menjadi guru professional yang mampu mengangkat Negara ini dari ketertinggalan dari Negara lain. 
         untuk para pemuda yang ingin bersama membangun bangsa ini, fokuskan satu tujuan untuk menjadi guru dan 'lepaskan' panah tujuanmu tersebut sehingga jadilah guru yang expert di bidangmu. JIa.. You...



Malang, 24 Juli 2015

1 komentar: