SAHABAT EFFENDI
Pijat Tuna Netra Nuansa Fajar Jl. Kahuripan
Kita semua memiliki panca indera yang
lengkap sungguh sangat sempurna, akan tetapi berbeda dengan sahabat baruku itu,
effendi, pemuda asli Kalimantan yang beristrikan orang padang. Setiap hari
shalat taraweh berjama’ah di masjid ahmad yani, meskipun dengan keterbatasan
penglihatan. Terkadang saya menangis dalam hati, panca inderaku yang lengkap
dan sempurna mungkin sangat didambakan oleh effendi sahabatku, itulah yang
membuatku malu ketika mengingat kemaksiatan-kemaksiatan mata yang telah aku
lakukan di masa lalu. Malu dan malu banget, sengaja aku amati gerak gerik
effendi ketika shalat maupun mendengar ceramah, ya Allah, ampuni dosaku yang
terlalu kufur nikmat, aku mencoba shalat dalam keadaan mata tertutup, alangkah
susahnya harus shalat tanpa melihat. Effendi sahabatku ini harus seumur hidup
tanpa melihat keindahan dunia ini.
Pelajaran yang sangat berarti ini
seharusnya menjadikan aku meningkat keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt, karena
sempurna sekali apa yang diberikan kepadaku, ketegaran justru tampak pada
effendi, berdoa sangat khusyuk, serasa tak ada keluhan pun dalam dirinya
meskipun panca inderanya berkurang satu. Yang membuat aku terkagum juga adalah
ketika hendak keluar masjid, seraya memegang tangan saya minta bantuan keluar
masjid, beliau menanyakan kotak amal yang biasanya ada di kanan sebelah pintu
masuk, ternyata ia ingin beramal, dan saya tunjukkan kalau kotak amalnya ada di
kiri. Subhanallah, beliau amal 50 ribu, nominal yang cukup besar dan harusnya
aku malu ketika beramal dengan nominal di bawah itu, effendi mengajarkan
kepadaku bahwa tidak ada halangan bagi keterbatasan fisik untuk beribadah, untuk
beramal dengan jumlah yang besar. Ia bekerja sebagai pemijat di pusat pijat
tuna netra Nuansa Fajar Jl. Kahuripan, atau dekat sekali dengan sekolah tempat
aku mengabdi di SDIT Ahmad Yani, dan dengan profesi tersebut ia senantiasa
beramal minimal 50 ribu, itulah pelajaran bagi saya bahwa effendi sangat yakin
kepada Allah akan keberlangsungan hidupnya meskipun satu inderanya tidak ada
yakni mata.
Ketika hendak pulang, sahabat effendi ini
selalu berjalan kea rah kiri yang berlawanan dengan arah menuju tempat
tinggalnya. Setelah beberapa hari aku bantu keluar dari masjid, saat itu aku
penasaran dengan arah yang diambil oleh sahabat effendi, setelah aku Tanya ternyata
beliau pergi ke arah kiri menjuku warung masakan padang untuk membeli lauk pauk istrinya guna
dimakan bersama saat sahur esok harinya, jarak dari masjid ke warung padang sekitar 500 meter
an. Akan tetapi dengan menggunakan tongkat, sahabat effendi telah lihai mencari
jalan menuju warung padang tersebut maupun kembali menuju tempat tinggalnya. Subhanallah….
Saya berdoa, semoga Allah memuliakan
effendi dan istrinya, karena saya tau betul keikhlasan beliau dalam beribadah,
dalam memanjatkan doa ketika selesai shalat, serta ketika beramal. Semoga Allah
mengangkat derajat beliau serta
keluarganya tercinta. Semoga saya menjadi terpacu untuk senantiasa
berubuat baik dan ghodul bashar atau menjaga pandangan mataku ini supaya tidak
senantiasa membiarkannya bermaksiat sekecil apapun, astaghfirullah ampuni dosa
dosaku yang telah lalu ya Allah Yang Maha Pengampun .
Bagi putra-putri peserta didik SDIT
Ahmad Yani yang membaca tulisan ini, ajakan yang harus kita ikuti adalah,
senantiasa bersyukurlah atas nikmat Allah yang sangat besar dan ketika lahir
telah ada sempurna terpasang berpasangan dan pas ukurannya yakni kedua mata
kita, pergunakan indera penglihatan tersebut untuk kegiatan yang membuat Allah
senang dan bukan membuat Allah murka atau berbuat maksiat. Pesan tersebut juga
berlaku bagi saya yang menulis khususnya, serta bagi para pembaca lainnya
sekalian.
qasanalbana@yahoo.com, Malang, 15 Juli
2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar