ISLAM BLESTERAN
QS.
Al-Baqarah ayat 85: à
Ayat tersebut dengan tegas
mengingatkan bahwa selama kita menerapkan Islam secara parsial, kita akan
mengalami keterpurukan duniawi dan kerugian ukhrawi. Hal ini sangat jelas,
sebab selama ini Islam hanya diwujudkan dalam bentuk ritualisme ibadah, diingat
pada saat kelahiran bayi, ijab qabul pernikahan, serta penguburan mayat,
sementara itu dimarginalkan dari kehidupan sehari-hari.
Bila ada
yang mau menjamin sebuah Negara akan menjadi tenteram, damai, dan maju, tentu
yang berani menjamin tersebut dan terang-terangan disampaikan dalam sebuah
kitab hanyalah Allah Swt. Di dalam Al-Qur’an Allah menjamin hal tersebut, Islam
ketika dijalankan secara komprehensif dan tidak parsial dijamin pasti akan
membawa rahmat tidak hanya bagi umat Islam, tetapi juga bagi seluruh umat
manusia, akan tetapi dengan syarat dan ketentuan yang berlaku tentunya.
Pertanyaannya
adalah bagaimana syarat dan ketentuan yang diberlakukan oleh Allah Swt
tersebut?. ternyata syarat dan ketentuannya tidak susah-susah amat serta sesuai
untuk makhluk yang bernama manusia. Syarat dan ketentuan tersebut yakni hanya
umat Islam dipersilahkan untuk kembali kepada Al-Qur’an. Selama ini, umat Islam
sendiri di Indonesia yang jumlahnya mayoritas, justru beragama dengan model blesteran,
beragama Islam tapi Cuma separuh,
dan separuhnya tidak jelas, bila menguntungkan pribadi ya ikut Islam, tapi bila
tidak menguntungkan ya tidak. Ketika di masjid melakukan ritual maka mengaku berpakaian
Islam, ketika kembali pada dunia kerja, maupun di tempat lain maka Islamnya di
gantung di hanger pintu rumah karena dinilai tidak cocok untuk dunia modern
saat ini. Ibarat ayam dan kaldu ayam. Umat Islam saat ini maunya diakui sebagai
umat islam (ayam) tapi supaya kelihatan islamnya maka mereka hanya mengukir
identitas islam di kartu penduduknya dalam kata lain mereka hanya memakai kaldu
ayam supaya di akui sebagai ayam. Padahal sejatinya ayam dan kaldu ayam sangat
berbeda jauh, para umat islam blesteran tersebut lebih nyaman seolah-olah islam
padahal amalan harian mereka bukan tuntutan islam, sebut saja nongkrong di mall
untuk cuci mata, ber selfie memamerkan wajah yang paling bagus di media sosial.
Mereka bukan ayam tetapi kaldu ayam rasa ayam. Mereka bukan Islam itu sendiri
tetapi hanya rasa Islam. ketika hari raya beramai-ramai untk sungkeman, padahal
ketika bulan ramadhan puasanya hanya
hari pertama. Autokritik semacam ini kadangkala dibenci oleh kalangan kaldu
ayam, karena merasa tersindir dan terusik oleh sebutan rasa Islam ayam kaldu
saja. Serta berkomentar ‘yang penting rasa islam’, padahal Allah mengatakan
udqul fissilmi kaaffah, masuk atau jadi islam sepenuhnya, jangan hanya rasa
islam atau kaldunya saja.
Sejatinya,
masyarakat akan mampu bangkit dari keterpurukan bilamana terikat Al-Qur’an.
Jika terlepas dari Al-Qur’an maka manusia tidak ada lagi yang membimbing. Untuk
mewujudkan kebangkitan masyarakat Qur’ani maka mutlak adanya internalisasi
nilai Al-Qur’an dapat diwujudkan melalui sistem pedidikan berbasis Al-Qur’an. Masyarakat
akan terbiasa dengan Al-Qur’an maka segala tindak tanduknya akan sesuai ajaran
Islam. dimulai dari individu hingga ke tingkat Negara. Sayangnya, alat utama di
Negara ini yakni pendidikan, pelajaran agama di sekolah hanya hadir sebagai
pelengkap saja, agama dianggap kurang penting dibandingkan ilmu sains. Padahal
Al-Qur’an juga berisi sains. Idealnya pendidikan kita seharusnya 100% agama dan
100 % sains. Jadi ketika mempelajari apapun
itu, maka di dalamnya terdapat 100% ilmu agama dan 100% ilmu umum.
Hasan albana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar