Senin, 19 Oktober 2015

ISLAM BLESTERAN



ISLAM BLESTERAN
QS. Al-Baqarah ayat 85: à
‘…Apakah kalian beriman kepada sebagian Alkitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadakah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari pada kalian, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kalian perbuat.’
            Ayat tersebut dengan tegas mengingatkan bahwa selama kita menerapkan Islam secara parsial, kita akan mengalami keterpurukan duniawi dan kerugian ukhrawi. Hal ini sangat jelas, sebab selama ini Islam hanya diwujudkan dalam bentuk ritualisme ibadah, diingat pada saat kelahiran bayi, ijab qabul pernikahan, serta penguburan mayat, sementara itu dimarginalkan dari kehidupan sehari-hari.
Bila ada yang mau menjamin sebuah Negara akan menjadi tenteram, damai, dan maju, tentu yang berani menjamin tersebut dan terang-terangan disampaikan dalam sebuah kitab hanyalah Allah Swt. Di dalam Al-Qur’an Allah menjamin hal tersebut, Islam ketika dijalankan secara komprehensif dan tidak parsial dijamin pasti akan membawa rahmat tidak hanya bagi umat Islam, tetapi juga bagi seluruh umat manusia, akan tetapi dengan syarat dan ketentuan yang berlaku tentunya.
Pertanyaannya adalah bagaimana syarat dan ketentuan yang diberlakukan oleh Allah Swt tersebut?. ternyata syarat dan ketentuannya tidak susah-susah amat serta sesuai untuk makhluk yang bernama manusia. Syarat dan ketentuan tersebut yakni hanya umat Islam dipersilahkan untuk kembali kepada Al-Qur’an. Selama ini, umat Islam sendiri di Indonesia yang jumlahnya mayoritas, justru beragama dengan model blesteran,  beragama Islam tapi Cuma separuh, dan separuhnya tidak jelas, bila menguntungkan pribadi ya ikut Islam, tapi bila tidak menguntungkan ya tidak. Ketika di masjid melakukan ritual maka mengaku berpakaian Islam, ketika kembali pada dunia kerja, maupun di tempat lain maka Islamnya di gantung di hanger pintu rumah karena dinilai tidak cocok untuk dunia modern saat ini. Ibarat ayam dan kaldu ayam. Umat Islam saat ini maunya diakui sebagai umat islam (ayam) tapi supaya kelihatan islamnya maka mereka hanya mengukir identitas islam di kartu penduduknya dalam kata lain mereka hanya memakai kaldu ayam supaya di akui sebagai ayam. Padahal sejatinya ayam dan kaldu ayam sangat berbeda jauh, para umat islam blesteran tersebut lebih nyaman seolah-olah islam padahal amalan harian mereka bukan tuntutan islam, sebut saja nongkrong di mall untuk cuci mata, ber selfie memamerkan wajah yang paling bagus di media sosial. Mereka bukan ayam tetapi kaldu ayam rasa ayam. Mereka bukan Islam itu sendiri tetapi hanya rasa Islam. ketika hari raya beramai-ramai untk sungkeman, padahal ketika  bulan ramadhan puasanya hanya hari pertama. Autokritik semacam ini kadangkala dibenci oleh kalangan kaldu ayam, karena merasa tersindir dan terusik oleh sebutan rasa Islam ayam kaldu saja. Serta berkomentar ‘yang penting rasa islam’, padahal Allah mengatakan udqul fissilmi kaaffah, masuk atau jadi islam sepenuhnya, jangan hanya rasa islam atau kaldunya saja.
Sejatinya, masyarakat akan mampu bangkit dari keterpurukan bilamana terikat Al-Qur’an. Jika terlepas dari Al-Qur’an maka manusia tidak ada lagi yang membimbing. Untuk mewujudkan kebangkitan masyarakat Qur’ani maka mutlak adanya internalisasi nilai Al-Qur’an dapat diwujudkan melalui sistem pedidikan berbasis Al-Qur’an. Masyarakat akan terbiasa dengan Al-Qur’an maka segala tindak tanduknya akan sesuai ajaran Islam. dimulai dari individu hingga ke tingkat Negara. Sayangnya, alat utama di Negara ini yakni pendidikan, pelajaran agama di sekolah hanya hadir sebagai pelengkap saja, agama dianggap kurang penting dibandingkan ilmu sains. Padahal Al-Qur’an juga berisi sains. Idealnya pendidikan kita seharusnya 100% agama dan 100 % sains. Jadi ketika mempelajari apapun  itu, maka di dalamnya terdapat 100% ilmu agama dan 100% ilmu umum.  

Hasan albana

           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar