Sabtu, 26 September 2015

JEJAK TINJU PAK KIAYI



Jejak tinju pak kiayi
     

Andaikan pun di seluruh Indonesia tak ada lagi koruptor di segala level dan lini, tak ada kejahatan, keserakahan, maksiat atau segala macam nilai kacau lainnya: tidak serta merta lantas bangsa kita akan menjadi selamat atau apalagi pasti mengalami kemajuan. Baik buruk jahat tak jahat bukan satu-satunya factor penetu nasib manusia. Dimensi dasar nilai hidup manusia adalah baik dan buruk, benar dan salah, indah dan tak indah. Sebenarnya belum cukup masih ada dimensi mendasar lainnya, belum variable-variabel dan detailnya.
            Ada ratusan terminology:
            Ada orang mengucapkan sesuatu dan melakukannya. Ada orang mengucapkan tetapi tak melakukan. Ada yang melakukan tetapi tak mengucapkan. Ada yang menugcapkan dan tak melakukan…. Dengan berbagai variabelnya.    
            Ada orang yang tahu sedikit tentang sedikit hal. Ada  orang tahu banyak tentang sedikit hal. Ada orang tahu sedikit tentang banyak hal. Ada yang tahu banyak tentang banyak hal… dengan berbagai variabelnya.
            Ada orang mengritik dan memberi jalan keluar. Ada orang mengritik tetapi tak bisa memberi jalan keluar. Ada orang tidak mengeritik dan tidak memberi jalan keluar...dengan berbagai variabelnya.
            Ada seorang kiayi nonton tinju bersama santri-santrinya pada suatu minggu pagi bulan maret tahun 1974. george Foreman melawan Muhammad Ali di Kinshaha. Pak Kiai bersemangat dan bersorak-sorak terus-menerus sampai terdengar ke seluruh asrama santri di pesantrennya. Sebaliknya, para santri hamper tidak ada suaranya dan tampak bingung air muka mereka.
            Setiap kali Muhammad Ali ditonjok, Pak Kiai bersorak. Para santri tidak berani meng-Counter meskipun hati mereka ikut sakit melebihi sakitnya Muhammad Ali ditonjokin Foreman. Ali (32 tahun) menantang Juara Dunia Foreman (24 Tahun). Mulai ronde ke-3 Ali sudah lari ke pojok ring terus dan memang tak diberi peluang oleh Foreman untuk sedetik saja tak terpojok. Ali minta tolong sama tali ring untuk bergelayutan dengan punggungnya menghindari pukulan-pukulan Foreman.
            Para santri rasanya tidak ridha dunia akhirat melihat dan mendengar Pak Kiai bersorak-sorak terus setiap kali Ali diberondong pukulan. Sampai akhirnya tiba menit kedua ronde ke-8, Ali balas memukul, akumulasi jab, straight, dan tergeletak TKO. Badannya masih belum habis benar, tapi mental dan hatinya KO duluan karena tak menyangka Ali yang tua mampu menjatuhkannya.
            Para santri tak bisa menahan diri lagi. Begitu Foreman ngglimpang mereka berteriak-teriak sangat keras. Sebaliknya pak Kiai langsung pingsan karena dua perkara. Pertama karena Foreman tumbang, kedua karena pekik kegembiraan para santri.
            Sejumlah santri panic dan menjunjung tubuh pak Kiai, mencoba menyadarkannya.
            Salah seorang santri nyeletuk: “Kenapa sih Pak Kiai mbelain Foreman?”
            Santri lain menjawab: “Lho,tidak. Pak Kiai sangat fanatic dan cinta sama Ali. Cuma dia sangka yang Foreman itulah Ali...”
            Kisah ini diperuntukkan bagi siapa saja, aktivis, intelektual, pahlawan, pejuang, DPR, pemerintah, ulama dan siapa saja. Mohon dengan sangat jangan mengikuti jejak Pak Kiai itu.


   dikutip dari tulisan Emha Ainun Najdib..... qasanalbana@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar