DISIPLIN AJA
Hasan Albana, M.Pd
Kekaguman semua
orang, khususnya civitas akademik di sekolah kami, tertuju kepada salah seorang
peserta didik yang baru-baru ini berhasil meraih juara 1 lomba bridge tingkat
propinsi 2015. Ada hal menarik yang dilakukannya selama mengejar target juara, ‘tak
ada yang mampu mengalahkan manusia-manusia yang disiplin’. Begitulah sepenggal
prinsip sang juara bridge tersebut. Nampak dalam kesehariannya memegang teguh
prinsip disiplin tersebut, baik disiplin sekolah maupun disiplin berlatih
bridge.
Kata disiplin
disini bukan bermakna sempit seperti halnya ideologi militerisme, yang
menganggap hanya militer saja yang memiliki kedisiplinan, integritas, tanggung
jawab, berseragam lengkap, datang tepat waktu, dll. Disiplin disini lebih
bermakna pada sebuah komitmen. Ketika peserta didik kami memutuskan untuk
mengejar target juara propinsi, maka beliau berkomitmen dengan berdisiplin diri
melakukan hal-hal yang mendukung dirinya bisa menjadi juara.
Tipe kedisiplinan
yang diterapkan oleh sang juara tersebut termasuk pada forced disiplin berkombinasi
dengan self discipline. Sejatinya ada tiga jenis disiplin yang kita
kenal, peserta didik maupun guru yang ingin menjadi juara dalam segala bidang,
maka harus secara sadar pandai memilih dan memakai tiga jenis disiplin. Forced
discipline, Self discipline, Indisiplin.
Forced discipline
dimunculkan atau terjalin dalam sebuah sistem yang digerakkan dari luar oleh
lembaga tempat kita belajar atau bekerja, orang tua, guru, pelatih. Jenis
disiplin ini akan mengharuskan kita menjadi pribadi yang memiliki nilai-nilai
ketaatan, kesetiaan, keteraturan, dan ketertiban. Hasil dari kondisi yang
tercipta tersebut adalah bentuk komitmen diri terhadap apa yang ingin dicapai,
seperti halnya mendapatkan juara bridge yang tidaklah susah untuk didapatkan
ketika forced disiplin ini telah terbentuk dengan baik.
Self discipline
adalah jenis disiplin yang kedua. Disiplin ini berasal dari diri masing-masing
yang dibentuk secara berkesinambungan dan melawan
ketidaknyamanan-ketidaknyamanan diri. Ketika teman sebaya menikmati
hari-harinya dengan bermain game dan lain-lain, seseorang yang memiliki self
discipline, untuk mencapai prestasi maka akan melewati masa-masa
ketidaknyamanan dan pemberontakan diri dan ketika dilakukan dengan konsisten
serta terus berkembang, maka hasil yang diharapkan tinggal menunggu waktu saja.
Jenis disiplin
yang ketiga yaitu indisiplin. Adalah pilihan yang paling disukai oleh
sifat dasar manusia, yaitu malas. Human being is a lazy organism,
manusia adalah makhluk yang malas. Masyarakat Indonesia lebih suka memilih
jenis disiplin yang ketiga ini, dalam berbagai bidang sudah menjadi kebiasaan
masyarakat melakukan hal-hal yang berbau indisiplin. Tidak akan ada
prestasi bila konsisten indisiplin, yang ada adalah manusia-manusia
konsumtif yang tanpa prestasi apapun.
Ki Hajar
Dewantoro, Dahlan Iskan, hingga Nurbeti yang ahli membuat kerajinan tangan,
ketika ditanya bagaimana kunci suksesnya, pasti salah satunya adalah kepandaian
mereka memilih jenis kedisiplinan dan menerapkannya dalam kegiatan sehari-hari.
Seperti budaya bushido yang ada di negeri Matahari Terbit yaitu kerja
keras, disiplin tingggi, dan pantang menyerah, akan menghasilkan
prestasi-prestasi yang luar biasa. Pilihannya ada dua yaitu berdisiplin diri
atau didisiplinkan oleh orang lain.
Sang juara bridge
tentu sepakat dengan yang dikatakan Michael angelo bahwa jika anda tahu berapa kerasnya saya
bekerja untuk mendapatkan keahlian saya maka sesungguhnya tidak ada yang perlu mereka
kagumi. Semua orang sebenarnya tidak akan mengagumi sang juara bridge bila tahu
bahwa perjuangan menjadi juara yang dilandasi oleh disiplin tidaklah
menganggumkan. Sehingga pribadi-pribadi yang biasa-biasa saja pun akan mampu
berprestasi dan menjadi juara bilamana pandai memilih dan memakai jenis
disiplin yang dipakai oleh para sang juara.
qasanalbana@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar