Rabu, 12 Agustus 2015

WUKAAAA....!



WUKA….!
            Diawal saya sampaikan kepada anak-anakku bahwa ketika hendak belajar diri kita wajib bahagia terlebih dahulu, karena dengan diri yang bahagia maka proses selanjutnya dalam belajar akan dengan mudah mendapatkan manfaat dari pembelajaran.
            Saat itu di jam pelajaran pertama, hari selasa 11 Agustus 2015. Mengawali hari dengan pembelajaran seperti biasa saya memberikan motivasi kepada muridku. Perkecualian hari selasa itu, saya  mengawali dengan memberikan komedi cerdas. Jadi, ketika cerita sudah sampai pada ujungnya, bagi muridku yang paham akan alur cerita maka mereka akan tertawa lepas.
            Judul cerita komedinya adalah WUKA. Seorang politisi hendak mencari suara di daerah pemilihan tempat ia mencalonkan diri. Kebetulan tempat beliau terdapat area pedalaman yang harus ia kunjungi untuk mengais suara.
            Sesampai di pedalaman, sang politisi disambut hangat oleh kepala suku setempat. Saudara-saudara, kalau saya jadi bupati nanti kesehatan akan gratis di disini..! ‘janji politisi tersebut di atas panggung. Seluruh warga berteriak ‘WUKA’. Saudara-saudara, kalau saya jadi bupati, maka jalan-jalan menuju wilayah ini akan saya perbaiki segera..!. Seluruh hadirin tambah keras bersama-sama mengatakan ‘WUKAAA’. Mendengar sambutan warga pedalaman yang semakin semangat, maka politisi tersebut lebih menggebu-gebu lagi melontarkan janji-janji politiknya.
            Saudara-saudara, kalau saya jadi bupati maka nanti akan saya berikan pendidikan gratis bagi anak-anak yang kurang mampu. ‘WUKAAAA’…! Teriak para warga lebih lantang sembari mengangkat-angkat dan mengepalkan tangan mereka semua. Dan ketika selesai orasi  semua warga teriak WUKA, WUKA, WUKA. Sang politisi dengan bangga dan sumringah menuruni tangga panggung dan penuh keyakinan bahwa para warga akan memilihnya nanti.
            Setelah orasi, sang politisi penasaran melihat bangunan megah dan tinggi yang berada di dekat panggung orasi. Sang politisi penasaran dan bertanya kepada kepala suku perihal bangunan tersebut. ternyata bangunan tersebut adalah kandang kuda kebanggaan warga setempat yang gagah dan besar-besar. Sembari menuju pintu masuk kandang kuda sang politisi bertanya ‘Bolehkah saya masuk melihat kuda-kuda tersebut’? . Boleh saja, akan tetapi bapak kan memakai jas, dasi serta sepatu yang mengkilap, nanti kalau di dalam takutnya bapak menginjak WUKA dan kotor. Hehehehe…
            Cerita di atas memang lucu bagi yang menyimak dengan baik. Pada tulisan kali ini mungkin saya mencoba mengaitkan pada konteks tentang guru mengajar. Guru kita tahu bahwa ia sebagai sosok yang di gugu dan ditiru. Barang siapa berani mengklaim diri sebagai ‘guru’ maka konsekuensinya adalah tidak boleh berhenti belajar. Prinsip guru terbaik adalah senantiasa membaca, menulis, dan mengajarkannya. Bila guru jadul, maka dapat dipastikan gaya mengajarnya tidak berpower, kuno, dan monoton, tidak ada inovasi, sehingga para murid menjadi bosan dan jangan sampai mereka teriak-teriak seolah-olah paham akan materi yang kita sampaikan secara menggebu-gebu di depan kelas akan tetapi maknanya adalah mirip yang diteriakkan warga pedalaman pada cerita di atas. Mari para guru, kita berubah dan senantiasa terus mengembangkan diri untuk terus maju, karena guru yang mengembangkan diri dengan membaca, mengikuti seminar, menulis, dll maka gaya mengajarnya dapat dipastikan akan menarik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar